![]() |
Sumber: indonesiatraveler.id |
Oleh: Siti Hajar
Sebagai seseorang yang mencintai
budaya Aceh, saya selalu terpesona dengan keindahan dan filosofi yang
terkandung dalam rumah adat Aceh, atau yang dikenal sebagai Rumoh Aceh.
Salah satu rumah adat yang paling menarik perhatian saya adalah Rumoh Aceh yang
berada di Museum Aceh, tepat sebelum Meuligoe Gubernur Aceh. Rumah ini memiliki
keindahan estetika yang begitu khas dan mencerminkan keberagaman budaya yang
diwariskan oleh para Indatu kita.
Ketika berkunjung ke desa wisata
di daerah Lubok, saya masih sering menemukan rumah panggung khas Aceh yang
tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat. Keberadaan rumah-rumah ini menjadi
bukti bahwa warisan leluhur masih terus dijaga hingga kini. Hal ini semakin
menguatkan keyakinan saya bahwa rumah adat bukan sekadar bangunan fisik, tetapi
juga simbol kehidupan, kepercayaan, dan kebijaksanaan nenek moyang kita.
Rumah adat Aceh, yang dikenal
dengan sebutan Rumoh Aceh, merupakan salah satu warisan budaya yang kaya
akan nilai filosofis dan kearifan lokal. Rumah panggung khas masyarakat Aceh
ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan
kehidupan sosial, nilai keagamaan, dan hubungan manusia dengan alam.
Struktur dan Makna Filosofis
Rumoh Aceh umumnya berbentuk
rumah panggung yang dibangun dengan material kayu dan beratap daun rumbia.
Bangunan ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Seuramoe Keue (serambi
depan), Seuramoe Teungoh (ruang tengah), dan Seuramoe Likot
(serambi belakang). Masing-masing bagian memiliki makna filosofis yang
mencerminkan kehidupan masyarakat Aceh:
- Seuramoe Keue (Serambi Depan) Bagian ini
digunakan untuk menerima tamu dan sebagai tempat berkumpul bagi kaum
laki-laki. Filosofinya melambangkan keterbukaan dan keramahan masyarakat
Aceh terhadap tamu, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi
silaturahmi.
- Seuramoe Teungoh (Ruang Tengah) Ruangan ini
menjadi tempat utama bagi anggota keluarga untuk berkumpul dan
beristirahat. Dalam konsep budaya Aceh, ruang ini melambangkan
keharmonisan dan kesucian rumah tangga, di mana perempuan dan anak-anak
mendapatkan perlindungan.
- Seuramoe Likot (Serambi Belakang) Berfungsi
sebagai dapur dan area penyimpanan hasil pertanian. Secara filosofis,
bagian ini mencerminkan keberlanjutan hidup dan kemandirian ekonomi
keluarga.
Keunikan dan Kearifan Lokal
- Rumah Tahan Gempa Dibangun tanpa menggunakan
paku, Rumoh Aceh dirancang dengan teknik sambungan kayu yang fleksibel,
sehingga mampu bertahan dari guncangan gempa. Hal ini menunjukkan
bagaimana masyarakat Aceh telah memahami dan mengadaptasi lingkungan alam
sejak dahulu kala.
- Filosofi Tangga Ganjil Jumlah anak tangga
rumah adat Aceh selalu ganjil, seperti 7, 9, atau 11. Angka ganjil dalam
budaya Aceh melambangkan keberuntungan dan keberkahan hidup.
- Pondasi Tiang yang Kokoh Rumah ini ditopang
oleh tiang-tiang kayu yang tinggi, memberikan perlindungan dari banjir dan
serangan binatang liar. Ini mencerminkan kearifan masyarakat Aceh dalam
menghadapi kondisi geografis daerahnya.
Simbol Keislaman dalam Rumoh
Aceh
Sebagai daerah yang kuat dengan
nilai-nilai Islam, desain dan tata letak Rumoh Aceh juga mencerminkan ajaran
agama. Ruangan dalam rumah selalu menghadap kiblat, dan terdapat ruang khusus
untuk beribadah. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Aceh sangat
erat dengan spiritualitas dan keimanan.
Rumoh Aceh bukan sekadar bangunan
tempat tinggal, tetapi juga cerminan identitas budaya, filosofi hidup, dan
nilai-nilai keislaman masyarakat Aceh. Dengan desain yang mengadaptasi alam dan
mengutamakan keseimbangan sosial, rumah adat ini menjadi bukti nyata
kebijaksanaan nenek moyang dalam menciptakan hunian yang selaras dengan
kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu, melestarikan Rumoh Aceh bukan hanya
menjaga warisan budaya, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalamnya.
Semoga anak cucu kita ke depan
tetap melestarikan bangunan yang penuh makna ini. []