![]() |
Sumber: idntimes.com |
Oleh: Siti Hajar Mercusuar Willem’s Toren, atau
yang sering disebut sebagai Mercusuar Pulau Breueh, adalah sebuah menara suar
peninggalan Belanda yang terletak di Pulau Aceh, tepatnya di Pulau Breueh,
Kabupaten Aceh Besar. Mercusuar ini didirikan pada masa kolonial Belanda,
sekitar abad ke-19, dengan tujuan utama sebagai penanda navigasi bagi
kapal-kapal yang melintas di perairan Selat Malaka dan Samudra Hindia. Sejarah Pendirian Mercusuar ini dibangun pada tahun
1875 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemberian nama "Willem’s
Toren" merujuk pada Raja Willem III dari Belanda, yang berkuasa saat itu.
Belanda mendirikan mercusuar ini karena posisi strategis Pulau Aceh yang
berbatasan langsung dengan jalur pelayaran internasional. Keberadaannya sangat
penting untuk mencegah kapal-kapal kandas atau tersesat dalam cuaca buruk. Mercusuar ini berfungsi sebagai
pemandu kapal selama lebih dari satu abad dan menjadi saksi bisu berbagai
peristiwa sejarah, termasuk masa kolonialisme, Perang Dunia II, hingga gempa
dan tsunami besar pada tahun 2004. Meskipun sudah tua, mercusuar ini masih
berdiri kokoh dan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau
Aceh. Sensasi Naik ke Puncak
Mercusuar Salah satu daya tarik utama
Willem’s Toren adalah kesempatan untuk menaiki ratusan anak tangga menuju
puncaknya. Dari atas mercusuar, pengunjung bisa menikmati panorama spektakuler
Samudra Hindia, garis pantai Pulau Aceh, serta pemandangan alam yang masih
sangat alami. Namun, perjalanan ke atas tidaklah mudah. Tangga yang curam dan
sempit menambah sensasi adrenalin bagi pengunjung yang ingin mencapai puncak. Bagi yang menyukai fotografi,
puncak mercusuar adalah tempat yang sempurna untuk mengambil gambar. Dari
ketinggian, hamparan laut biru dengan ombak yang menghantam karang menjadi
latar belakang yang menawan. Namun, bagi yang takut ketinggian, naik ke atas
bisa menjadi tantangan tersendiri. Pulau Aceh: Surga Tersembunyi
di Ujung Barat Indonesia Pulau Aceh merupakan bagian dari
gugusan Kepulauan Aceh yang berada di barat laut Banda Aceh. Pulau ini masih
sangat alami, dengan hutan lebat, pantai berpasir putih, serta perairan yang
kaya akan terumbu karang. Penduduknya mayoritas bekerja sebagai nelayan dan
hidup dalam suasana yang sederhana serta jauh dari hiruk-pikuk kota. Di pulau ini, wisatawan bisa
menemukan berbagai keindahan alam, seperti Pantai Alue Raya, Pantai Nipah,
serta berbagai spot snorkeling dan diving. Selain itu, Pulau Aceh juga memiliki
situs-situs bersejarah peninggalan masa kolonial, seperti benteng-benteng tua
dan mercusuar Willem’s Toren itu sendiri. Perjalanan Menuju Pulau Aceh:
Antara Tantangan dan Keindahan Untuk mencapai Pulau Aceh,
pengunjung harus menyeberang dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, menggunakan
kapal kayu atau speedboat. Perjalanan ini bisa memakan waktu sekitar 1–2 jam,
tergantung kondisi cuaca dan ombak. Bagi yang baru pertama kali,
perjalanan ini bisa terasa menegangkan. Ombak di perairan sekitar Pulau Aceh
cukup besar, terutama saat cuaca buruk. Kapal kayu yang digunakan terkadang
terasa kecil jika dibandingkan dengan gelombang laut yang tinggi. Banyak
penumpang yang merasa mual atau bahkan ketakutan saat kapal terombang-ambing. Namun, bagi warga setempat,
perjalanan bolak-balik Banda Aceh–Pulau Aceh adalah hal yang biasa. Mereka
sudah terbiasa dengan ombak besar dan kapal minimalis yang menjadi transportasi
utama. Beberapa nelayan bahkan menggunakan perahu tradisional untuk menyeberang
tanpa rasa khawatir. Meski perjalanan menuju Pulau
Aceh cukup menantang, pengalaman yang ditawarkan di sana sepadan dengan usaha
yang dikeluarkan. Keindahan alam yang masih asli, sejarah yang kaya, serta
pengalaman naik mercusuar Willem’s Toren menjadikan tempat ini sebagai destinasi
unik yang layak untuk dikunjungi. Bagi para petualang sejati, Pulau
Aceh dan mercusuar Willem’s Toren adalah surga tersembunyi yang menawarkan
keindahan serta tantangan yang tak terlupakan. Yuk ke Pulau Aceh …. [] |