Oleh: Siti Hajar
Sultan Iskandar Muda
(1583–1636) adalah salah satu penguasa terbesar dalam sejarah Kesultanan Aceh
Darussalam. Di bawah kepemimpinannya, Aceh mencapai puncak kejayaannya sebagai
pusat perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara. Kejayaan ini terekam dalam
berbagai manuskrip kuno yang masih ada hingga saat ini, memberikan wawasan
mendalam tentang sejarah dan budaya Aceh pada masa pemerintahannya.
Hikayat Aceh: Warisan Sastra
Abad ke-17
Salah satu manuskrip paling
signifikan yang menggambarkan masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda adalah Hikayat
Aceh. Ditulis pada abad ke-17 dalam bahasa Melayu dengan aksara Arab
(Jawi), naskah ini tidak hanya mengisahkan kehidupan Sultan Iskandar Muda
tetapi juga memberikan gambaran tentang interaksi Aceh dengan kekuatan dunia
seperti Tiongkok, Portugis, dan Turki Utsmani. Hikayat Aceh dianggap
sebagai sumber penting bagi mereka yang tertarik pada sejarah Aceh dan
karakteristik politik, budaya, serta keagamaannya yang unik.
Saat ini, hanya tiga salinan
manuskrip Hikayat Aceh yang diketahui keberadaannya:
- MS. Or. 1954: Naskah tertua dan paling
lengkap, ditulis sekitar tahun 1675–1700. Disimpan di Perpustakaan
Universitas Leiden, Belanda.
- MS. Or. 1983: Salinan dari MS. Or. 1954 dalam
bahasa Melayu Batavia, dibuat pada 9 Maret 1847. Juga disimpan di
Perpustakaan Universitas Leiden.
- MS. ML 421: Salinan
lain dari MS. Or. 1954, dibuat pada awal abad ke-20. Disimpan di
Perpustakaan Nasional Indonesia, Jakarta.
Pada 18 Mei 2023, ketiga
manuskrip ini diakui sebagai Warisan Ingatan Dunia oleh UNESCO, menegaskan
nilai universal dan pentingnya naskah tersebut.
Selain Hikayat Aceh,
terdapat manuskrip lain yang dikenal sebagai Kanun Meukuta Alam. Naskah ini
memuat susunan pemerintahan dan hukum-hukum yang diterapkan pada masa Sultan
Iskandar Muda. Kanun ini mencerminkan sistem administrasi dan peraturan yang
ketat, yang menjadi dasar kejayaan Aceh pada masa itu.
Manuskrip-manuskrip yang
berkaitan dengan Sultan Iskandar Muda umumnya ditulis dalam bahasa Melayu
Klasik dengan menggunakan aksara Jawi (huruf Arab yang dimodifikasi untuk
bahasa Melayu).
Beberapa naskah juga ditemukan
dalam bahasa Arab, terutama yang berkaitan dengan hukum Islam dan hubungan
diplomatik dengan dunia Islam, seperti surat-surat Sultan kepada pemimpin dari
Kesultanan Utsmaniyah (Turki) atau ulama-ulama Timur Tengah.
Di sisi lain, beberapa
manuskrip yang lebih administratif atau hukum, seperti Kanun Meukuta Alam,
tetap menggunakan bahasa Melayu klasik dengan istilah-istilah hukum yang khas
dari Kesultanan Aceh.
Berikut adalah beberapa kandungan
isi manuskrip kuno yang berkaitan dengan Sultan Iskandar Muda:
1.
Manuskrip
Hikayat Aceh: Gambar naskah yang menceritakan kisah Sultan Iskandar
Muda.
2.
Kanun
Meukuta Alam: Manuskrip yang memuat susunan pemerintahan Kerajaan Aceh pada
masa Sultan Iskandar Muda.
3.
Penyelamatan
Manuskrip Kuno Aceh: Upaya konservasi manuskrip kuno Aceh oleh para ahli.
4. Riwayat
Hidup dan Perjuangan Sultan Iskandar Muda: Manuskrip asli yang
mendokumentasikan kehidupan dan perjuangan Sultan Iskandar Muda.
Pentingnya Pelestarian
Manuskrip Kuno
Manuskrip-manuskrip ini tidak
hanya berfungsi sebagai sumber informasi sejarah tetapi juga sebagai warisan
budaya yang menunjukkan kebesaran dan kekayaan intelektual Aceh pada masa lalu.
Pelestarian dan pengakuan internasional terhadap naskah-naskah ini menegaskan
pentingnya warisan budaya Aceh bagi dunia.
Melalui manuskrip-manuskrip
ini, generasi masa kini dan mendatang dapat mempelajari dan menghargai warisan
sejarah serta budaya yang kaya dari Kesultanan Aceh di bawah kepemimpinan
Sultan Iskandar Muda.[]