![]() |
Sumber: Dokumen Pribadi |
Oleh: Siti Hajar
Alue Naga, sebuah gampong (desa) di Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh,
memiliki asal-usul nama yang menarik dan kaya akan legenda. Nama "Alue
Naga" berasal dari bahasa Aceh, di mana "Alue" berarti saluran
air atau sungai kecil, dan "Naga" merujuk pada makhluk mitologis
naga. Penamaan ini erat kaitannya dengan cerita rakyat setempat yang telah
diwariskan secara turun-temurun.
Legenda Naga dan Bukit Lamnyong
Menurut cerita rakyat yang berkembang di masyarakat, dahulu kala, Sultan
Meurah, seorang penguasa bijak, sering berkeliling untuk mendengar keluhan
rakyatnya. Suatu hari, beliau menerima laporan tentang hilangnya ternak dan
seringnya terjadi gempa kecil di sekitar Bukit Lamnyong. Setelah diselidiki,
ditemukan bahwa seekor naga besar bersembunyi di bukit tersebut, menyebabkan
masalah bagi penduduk setempat. Setelah naga tersebut berhasil diatasi, kawasan
tersebut kemudian dikenal sebagai "Alue Naga", merujuk pada tempat
ditemukannya naga tersebut. Wallahu ‘alam bisshawab.
Secara historis, Alue Naga juga memiliki peran penting dalam kehidupan
masyarakat pesisir. Kawasan ini merupakan bagian dari jalur perdagangan dan
sumber penghidupan bagi nelayan setempat. Namun, tragedi tsunami 2004 membawa
perubahan besar, menjadikan wilayah ini sempat porak-poranda. Seiring
berjalannya waktu, Alue Naga perlahan bangkit dan terus berbenah, menjadi
kawasan yang kini semakin hidup dan berkembang.
Alue Naga Kini: Hidup dan Berwarna
Saat ini, Alue Naga tidak lagi sekadar kawasan pesisir yang menyimpan
cerita masa lalu. Tempat ini telah menjadi destinasi favorit bagi masyarakat
Banda Aceh dan sekitarnya untuk bersantai menikmati suasana tepi sungai dan
laut. Pada sore hari, pemandangan di Alue Naga semakin ramai dengan pengunjung
yang duduk bersantai di tepi sungai, menikmati angin sepoi-sepoi sambil
menyaksikan matahari terbenam di cakrawala.
Di sepanjang pinggir sungai, banyak pedagang menjajakan aneka makanan dan
jajanan, mulai dari bakso goreng, bakso bakar, aneka minuman seperti teh
dingin, dan minuman kekinian lainnya.
Tidak jarang mobil penjual kopi juga kerap mangkal di sepanjang krueng Aceh
Alua Naga ini. Para pengunjung bisa menikmati hidangan sambil berbincang atau
sekadar menikmati suasana yang tenang dan asri.
Tak hanya itu, bagi para penghobi memancing, Alue Naga juga menjadi tempat
yang menarik untuk menyalurkan hobi mereka. Sesekali, tampak ibu-ibu mencari
tiram di sekitar muara sungai, sebuah tradisi yang masih bertahan hingga kini.
Selain itu, kawasan ini juga semakin berkembang dengan kehadiran berbagai
gedung lembaga pendidikan tinggi, salah satunya adalah Lembaga Layanan
Pendidikan Tinggi Wilayah XIII Sekretariat Jenderal, yang berlokasi di Jalan
Alue Naga, Desa Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh.
Keberadaan kampus-kampus di sekitar Alue Naga turut memberikan nuansa
akademik yang dinamis, menjadikan daerah ini tidak hanya sebagai destinasi
wisata, tetapi juga pusat kegiatan intelektual. Mahasiswa dan akademisi sering
terlihat menikmati suasana di sini, baik untuk bersantai maupun berdiskusi di
ruang terbuka.
Perubahan positif ini semakin memperlihatkan bahwa Alue Naga terus berbenah
menjadi destinasi wisata yang nyaman dan menarik. Dengan keindahan alamnya,
keramahan penduduknya, serta potensi wisata kuliner yang berkembang, kawasan
ini semakin memantapkan diri sebagai salah satu daya tarik pesisir di Banda
Aceh.
Bagi siapa saja yang ingin menikmati keindahan pantai, merasakan kedamaian
di tepi sungai, atau sekadar mencicipi jajanan sambil mendengar cerita-cerita
lama tentang naga penjaga muara, Alue Naga adalah tempat yang tepat. Sejarah
dan modernitas berpadu di sini, menciptakan pesona yang unik dan penuh makna.[]